Isral menolak mengizinkan Jerman untuk menjual rudal anti tank Spike ke Ukraina, menurut laporan media AS, Axios pada Rabu (26/5/2022) kemarin. Rudal tersebut diproduksi di Jerman di bawah lisensi Israel. Oleh sebab itu, Israel harus menyetujui pengirimannya. Amerika Serikat (AS) juga ikut membujuk agar mendapat persetujuan dari pejabat tinggi Kementerian Pertahanan Israel selama kunjungannya ke Washington pada awal Mei lalu.
Namun, Israel tetap teguh pada pendiriannya untuk menolak izin tersebut. Rupanya, hal itu lantaran Israel takut tentara Rusia terbunuh oleh senjata buatannya dan bisa merugikan kepentingan Israel di Suriah. "Israel khawatir bahwa tentara Rusia dapat dibunuh oleh senjata buatan Israel, yang kemudian akan menyebabkan Moskow merugikan kepentingan keamanan Tel Aviv di Suriah," kata seorang pejabat senior Israel kepada Axios, dikutip dari .
Isu ini muncul sekitar dua minggu lalu, ketika Direktur Jenderal Kementerian Pertahanan Israel, Amir Eshel, mengunjungi AS. Wakil Menteri Kebijakan Pentagon, Colin Kahl, telah meminta izin kepada Jerman untuk mengekspor Rudal Spikes ke Ukraina. Namun Eshel menolak dan memberi tahu Kahl bahwa Israel hanya akan memasok peralatan militer yang tidak mematikan ke Ukraina.
Ketika Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz pergi ke Washington Rabu lalu, pertanyaan tentang rudal tidak muncul dalam pertemuannya dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Jake Sullivan. Di hari kunjungannya, Israel hanya mengumumkan akan mengirim 2.000 helm dan 500 rompi pelindung ke Ukraina. Pentagon tidak secara resmi mengomentari laporan tersebut.
Rudal itu dikembangkan oleh Rafael Advanced Defense Systems of Israel, Spike pertama kali diperkenalkan pada 1980 an. Rudal tersebut dipersenjatai dengan anti tank atau hulu ledak berdaya ledak tinggi, dan dipandu oleh operator atau ditembakkan dalam jarak jauh. AS dan beberapa sekutu NATO nya telah memasangnya di helikopter serang.
AS dan sekutunya telah mengirimkan ribuan rudal anti tank dan anti pesawat ke Ukraina, serta artileri, kendaraan lapis baja, tank, dan helikopter serang dalam beberapa pekan terakhir. Rusia mengklaim banyak dari persenjataan itu akhirnya dihancurkan oleh serangan rudal jelajah. Ada juga beberapa gesekan antara sekutu NATO.
Polandia menuduh Jerman tidak mengirim tank Leopardnya untuk menggantikan ratusan T 72 yang dikirim Warsawa ke Kyiv. Diketahui, Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmitry Kuleba mengatakan situasi di Donbass "sangat buruk" pada Rabu (25/5/2022) kemarin di Forum Ekonomi Dunia di Davos. Meskipun AS mengirim beberapa sistem peluncur roket (MLRS) ke Kyiv, pasukan Ukraina disebut tidak bisa menyerang.
Rusia menyerang negara tetangga itu pada akhir Februari, menyusul kegagalan Ukraina untuk mengimplementasikan persyaratan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk. Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina. Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.
Kyiv menegaskan serangan Rusia benar benar tidak beralasan dan membantah klaim bahwa pihaknya berencana untuk merebut kembali kedua republik dengan paksa.